Lampung Barat-, 13 November 2025 — Dosen Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Dr. Benny Karya Limantara, S.H., M.H., menyoroti secara tajam peran pejabat daerah dalam kasus dugaan penipuan berkedok program revitalisasi sekolah yang menjerat puluhan kepala sekolah di Kabupaten Lampung Barat.
Menurutnya, kejadian tersebut tidak hanya menyingkap adanya tindak pidana penipuan, tetapi juga memperlihatkan lemahnya sistem verifikasi dan pengawasan birokrasi di tingkat pemerintah daerah.
Dalam analisis hukumnya, Dr. Benny menegaskan bahwa pejabat publik yang mempertemukan pihak luar dengan para kepala sekolah tanpa verifikasi identitas dan keabsahan lembaga, memiliki tanggung jawab etik dan administratif yang tidak bisa diabaikan.
“Sekda yang memfasilitasi pertemuan dengan pihak yang mengaku sebagai tim kementerian tanpa verifikasi dokumen dapat dikategorikan lalai secara jabatan, atau dalam istilah hukum disebut culpa in officium. Ini bentuk kelalaian administratif yang punya konsekuensi hukum,” tegasnya.
Ia menjelaskan, hal tersebut diatur dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menyebut bahwa pejabat bertanggung jawab terhadap kerugian yang timbul akibat kelalaian atau penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugasnya.
“Meski tidak selalu berujung pada pidana, kelalaian semacam ini dapat berdampak pada sanksi etik, disiplin, dan pemeriksaan oleh Inspektorat atau Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP),” jelas Dr. Benny.
Lebih jauh, ia menilai bahwa kasus Lampung Barat adalah contoh nyata bagaimana lemahnya sistem verifikasi birokrasi membuka celah bagi pihak luar untuk melakukan penipuan berkedok program pemerintah.
“Pejabat daerah seharusnya menjadi garda pertama dalam memastikan setiap program atau kegiatan yang mengatasnamakan kementerian memiliki dasar hukum yang jelas, lengkap dengan surat tugas, NIP, dan jalur komunikasi resmi,” ujarnya.
Dr. Benny mengkritik keras budaya kerja birokrasi di daerah yang masih bergantung pada kepercayaan personal daripada prosedur administratif yang sahih.
“Budaya administratif kita sering kali masih berbasis pada rasa percaya antarpersona. Kalau ada orang datang dan diperkenalkan oleh pejabat, langsung dianggap sah tanpa dicek dokumennya. Ini sangat berbahaya,” katanya.
Menurutnya, praktik seperti itu tidak hanya membuka peluang penipuan, tetapi juga bisa menimbulkan kerugian keuangan dan reputasi pemerintah daerah.
Ia menilai, kasus yang menimpa 46 kepala sekolah di Lampung Barat seharusnya menjadi alarm nasional bagi pemerintah daerah lain agar lebih berhati-hati dalam berinteraksi dengan pihak luar yang membawa nama lembaga pusat.
“Peristiwa ini harus dijadikan pelajaran penting. Jangan sampai pejabat publik justru menjadi pintu masuk bagi pelaku kejahatan birokratis,” ujar pakar hukum lulusan Universitas Gadjah Mada tersebut.
Sebagai langkah perbaikan, Dr. Benny menyarankan agar setiap pemerintah daerah membangun sistem deteksi dini dan prosedur verifikasi formal untuk setiap kegiatan yang mengatasnamakan program pusat atau lembaga pemerintah.
Ia mencontohkan perlunya portal resmi untuk validasi surat tugas dan identitas pejabat kementerian, agar tidak ada lagi ruang bagi pemalsuan dokumen.
“Birokrasi modern harus punya sistem cross check digital. Verifikasi surat tugas atau SK seharusnya bisa dilakukan secara daring, bukan hanya berdasarkan pengakuan atau surat fotokopian,” paparnya.
Menurutnya, tanggung jawab moral pejabat daerah tidak hanya memastikan keamanan administrasi, tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Ketika masyarakat dan ASN melihat pejabat daerah bisa tertipu dengan mudah oleh orang yang membawa nama kementerian, maka kepercayaan publik terhadap integritas birokrasi ikut runtuh,” jelasnya.
Di akhir keterangannya, Dr. Benny menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar urusan pidana, melainkan juga krisis kepercayaan terhadap sistem birokrasi daerah.
“Kasus Lampung Barat ini harus menjadi peringatan keras bagi seluruh pejabat publik di Indonesia.
Jangan lagi ada pejabat yang bertindak tanpa verifikasi. Integritas birokrasi bukan hanya soal kejujuran, tapi tentang keberanian untuk mengatakan: tunggu, saya periksa dulu dasar hukumnya,” tutup Dr. Benny.
Sumber: Faktalambarnews
(Irfan/Tim)







0 $type={blogger}:
Posting Komentar