Lampung Barat, – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita (B3) yang seharusnya menjadi wujud nyata kehadiran negara justru tercoreng. Di salah satu kecamatan di Kabupaten Lampung Barat, penerima manfaat diduga dipungut Rp. 2.000 per paket, dengan alasan pembelian plastik/kantong dan ATK petugas pendata. (20/12/2025)
Praktik ini mencuat ke publik setelah video berdurasi sekitar 40 detik beredar luas di media sosial. Dalam video tersebut disebutkan bahwa pungutan Rp2.000 sudah diketahui oleh peratin setempat serta pihak SPPG. Fakta ini memantik kemarahan publik karena bertentangan secara terang-terangan dengan prinsip “gratis” dalam program MBG.
Ironisnya, saat dikonfirmasi, salah satu peratin di kecamatan terkait justru berdalih belum melihat video. Ketika lokasi kejadian disebutkan, yang bersangkutan hanya memberi gestur tangan seolah mengucapkan terima kasih atas informasi, tanpa klarifikasi substansi ataupun bantahan tegas. Sikap ini dinilai publik sebagai bentuk penghindaran tanggung jawab.
Sorotan keras datang dari Koordinator Aktivis Masyarakat Independen GERMASI, Wahdi Syarif menegaskan bahwa pungutan tersebut tidak bisa dibenarkan dalam kondisi apa pun.
“Ini tidak boleh terjadi. Namanya saja Makanan Bergizi Gratis. Artinya seluruh biaya sudah ditanggung negara. Tidak boleh ada pungutan sepeser pun kepada penerima manfaat,” tegas Wahdi.
Wahdi juga membantah keras alasan pungutan Rp. 2.000 yang disebut untuk plastik atau kantong.
“Alasannya tidak masuk akal. Informasi yang kami terima, bantuan itu sudah dilengkapi totebag. Jadi alasan membeli plastik itu jelas mengada-ada dan berpotensi menyesatkan publik,” katanya lantang.
Menurutnya, praktik semacam ini membuka ruang penyimpangan kebijakan, pembiasaan pungli, dan pelemahan kepercayaan masyarakat terhadap program negara yang menyasar kelompok rentan seperti ibu hamil dan balita.
GERMASI mendesak Inspektorat, Dinas Kesehatan, serta aparat penegak hukum untuk segera turun tangan, mengusut siapa yang memerintahkan pungutan, ke mana uang tersebut mengalir, dan memastikan tidak ada pembiaran oleh aparatur desa maupun pelaksana program.
“Kalau ini dibiarkan, maka MBG bukan lagi program penyelamat gizi, tapi berubah menjadi ladang pungutan berkedok administrasi. Negara tidak boleh kalah oleh akal-akalan seperti ini,” tutup Wahdi.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak SPPG maupun pemerintah kecamatan terkait dugaan pungutan tersebut. Publik kini menunggu: apakah aparat akan bertindak, atau praktik ini kembali ditelan senyap seperti kasus-kasus sebelumnya.
(Red)




















